Otomotifa.CO.ID – JAKARTA.

Walaupun industri otomotif listrik di Indonesia masih terbilang kecil, persaingannya semakin sengit antara para pembuat kendaraan dengan teknologi ramah lingkaran. Berbagai merk internasional telah mulai aktif mengejar peluang dalam segmen kendaraan hijau ini, termasuk perusahaan-perusahaan China seperti BYD, yang saat ini mendominasi lebih dari separuh pasarnya untuk Kendaraan Bermotor Listrik Baterai (Battery Electric Vehicle/ BEV) di negeri kita.

Jongkie Sugiarto, Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), mengakui adanya peningkatan kompetisi dalam industri ini. “Dengan bertambahnya jumlah merk yang memperkenalkan kendaraan bermotor listrik, setiap Agunan Pihak Penjual (APM) pastinya memiliki taktik promosi tersendiri untuk menarik perhatian pembeli,” ungkapnya saat berbicara dengan Otomotifa pada hari Senin, 16 Juni.

Menurut data dari Gaikindo, pasaran kendaraan listrik bebas emisi (BEV) di Indonesia menunjukkan kenaikan yang sangat besar dalam kurun waktu lima tahun belakangan ini. Pada tahun 2020, penjualannya baru sebanyak 125 unit dan kemudian meningkat drastis hingga mencapai angka 43.188 unit pada tahun 2024—meningkat lebih dari 34 ribu persen.

Walaupun pertumbuhannya tampak luar biasa, bagian dari pasaran untuk kendaraan listrik masih cukup kecil jika dibandingkan dengan total penjualan otomotif nasional di kuarter I/2025. Angka ini malah menunjukkan penurunan sebesar 4,7% dalam hal wholesales dan 8,9% pada tingkat ritel. “Selalu ada sisi positifnya bagi kita meski demikian kita perlu bersikap realistis,” imbuh Jongkie. “Pasar mobil listrik pasti akan berkembang, tapi banyak hambatan yang mesti dilampaui.”

GAIKINDO menganggap bahwa dukungan dari pemerintah masih sangat penting. “Penjualan kendaraan listrik seperti BEV, PHEV, dan HEV diharapkan semakin meningkat, namun kenyamanan konsumen juga perlu dipertimbangkan. Oleh karena itu, pihak berwenang harus terus memperbanyak fasilitas pendukung termasuk SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum),” tandas Jongkie.

dukungan dari pihak berwenang dimulai setelah dikeluarkannya Permenkeu Nomor 38 Tahun 2023 tentang subsidi untuk mobil listrik, serta direncanakan akan ada tambahan insentif untuk jenis hybrid. Akan tetapi, kebijakan penarikan insentif pada tahun 2025 mendatang untuk kendaraan CBU asing diyakini sebagai hambatan baru, khususnya bagi produsen pemula yang belum membangun fasilitas manufaktur dalam negeri.

Sebaiknya diketahui bahwa skema tersebut sebelumnya menyediakan fasilitas seperti penghapusan biaya impor, pajak penjualan nasional hanya 2% dan penerapan pajak penjualan atas barang mewah nol persen. Tanpa adanya insentif semacam itu, harga kendaraan listrik yang diimpor dapat meningkat drastis, dengan potensi mengurangi daya saing produk tersebut.

Menanggapi perkembangan tersebut, BYD meningkatkan strategi mereka dengan merencanakan pembuatan pabrik dalam negeri. Pabrik produksi ini direncanakan akan siap pada akhir tahun 2025 dan mulai aktif beroperasi pada tahun 2026.

Menurut Luther Pandjaitan, kepala divisi Pemasaran dan Hubungan Masyarakat (PR) dari BYD Indonesia, pembangunan pabrik ini tidak hanya dilakukan untuk mendapatkan keuntungan berupa insentif saja, tetapi juga sebagai bagian dari strategi jangka panjang yang bertujuan menguatkan kedudukan BYD di pasaran Indonesia sambil menyelesaikan tugas memenuhi persyaratan tingkat komponen dalam negeri (TKDN).

“Produksi dalam negeri ini merupakan bagian dari janji kami di Indonesia, tidak hanya disebabkan oleh penghapusan insentif. Ini adalah langkah untuk masa depan, guna mengatasi tantangan sektor industri,” kata Luther.

Di samping memperkuat posisinya di pasar mobil listrik Battery Electric Vehicle (BEV), BYD juga berencana mengembangkan sayapnya ke dalam kategori Kendaraan Listrik Hybrid yang dapat dicolokkan (Plug-in Hybrid Electric Vehicle / PHEV). Hal ini tidak lepas dari adanya wacana insentif terbaru oleh pemerintahan bagi jenis kendaraan hybrid tersebut.

Sejak secara resmi memasuki pasaran di Indonesia pada Januari 2024, BYD telah bergerak dengan cepat dan berhasil menghitung penjualannya sebanyak 4.307 unit (sudah termasuk Denza) hanyalah dalam bulan April 2025. Kendaraan seperti BYD Sealion serta M6 menjadi yang paling banyak dibeli oleh konsumen.

Presiden Direktur BYD Motor Indonesia, Eagle Zhao, menekankan bahwa inovasi ini adalah komponen penting dari tujuan perusahaannya yaitu membawa solusi transportasi pintar ke Indonesia. “Selain itu, kami bertekad untuk memperkenalkan teknologi terbaik serta handal milik kami kepada masyarakat Indonesia,” ungkapnya.

Walau demikian, penguasaan pasar oleh BYD mengalami tantangan berkat strategi multi-lintas milik Toyota. Menurut Philardi Ogi, Manajer Hubungan Masyarakat PT Toyota Astra Motor, perusahaan saat ini menawarkan 22 varian kendaraan listrik (termasuk merek Lexus) dan telah memperluas jaringannya hingga ke lebih dari 85 persen area di seluruh Indonesia, khususnya dalam sektor mobil hybrid.

“Kekuatan utamaToyota ada pada keluwesan dalam memilih opsi agar bisa mencakup seluruh lapisan pasarnya. Mobil seperti Kijang Innova dan Avanza masih jadi fondasi, sementara pengintegrasian teknologi listrik juga semakin ditingkatkan,” ujarnya.

Walaupun ada banyak pemain baru bergabung, industri setuju bahwa mengembangkan pasarnya merupakan tantangan terbesar. Menciptakan peningkatan dalam penggunaan mobil listrik harus diiringi dengan usaha untuk membekali konsumen, memberikan dorongan finansial pada saat pembelian, serta menciptakan sistem pendukung mulai dari fasilitas infrastruktur sampai servis pascapenjualan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Trending