KABAR GARUT –
Di Indonesia, merek Kawasaki telah dikenali erat dengan sepeda motor bertipe fairing. Mulai dari masa Kawasaki Ninja RR sampai ke Kawasaki H2R, seri sepeda motor bertipa faering buatan perusahaan asal Negeri Sakura ini selalu menempati posisi khusus dalam hati para penggemar otomotif. Tampilan desainnya yang serasi serta kemampuan performanya yang handal merupakan alasannya kenapa sepeda motor berfaering produksi Kawasaki tetap digemari oleh banyak orang.
Akan tetapi, kendati memimpin dalam satu sektor, tampaknya hal itu belum disertai dengan sukses di lini produk lain seperti motor bebek, skuter otomatis, atau ayam aduan. Berulangkali Kawasaki berusaha merambah pasar tersebut namun hanya mendapat kekecewaan. Hal ini layak untuk dianalisis lebih jauh lagi.
Motor Bebek serta Ayam Petarung: Usaha yang Tidak Membuahkan Kesuksesan
Kawasaki sempat berkecimpung dalam pasar sepeda motor bebek mulai era 1980an. Satu dari beberapa contohnya yaitu
Kawasaki Binter Joy
yang hadir pada tahun 1983. Motor bebek ini sebenarnya cukup canggih di zamannya, dengan pengapian CDI dan transmisi 4-percepatan saat kompetitor masih menggunakan sistem platina. Namun, keberadaan teknologi ini tidak cukup untuk mendongkrak popularitasnya. Selain kalah dari segi popularitas dibanding motor Honda saat itu, ketersediaan suku cadang yang minim juga menjadi masalah besar.
Kemudian hadir
Kawasaki Kaze
pada 1995, yang secara teknis cukup menjanjikan dengan mesin 110 cc dan penggunaan blok silinder aluminium serta karburator Keihin. Namun, minimnya promosi serta desain yang kurang diminati membuat motor ini gagal bersaing di pasaran.
Lanjut ke era 2000-an, Kawasaki kembali mencoba lewat
Blitz dan Blitz R
Motor bebek berkapasitas 112cc ini ditawarkan dengan harga yang bersahabat. Namun, produk tersebut kurang menarik karena absennya ruang penyimpanan atau bagasi. Belum lagi distribusi pasca-penjualan serta kampanye promosinya yang belum optimal turut menghambat daya tarik konsumen, sehingga hasil penjualannya tak sesuai ekspektasi.
Di segmen ayam jago,
Kawasaki Athlete
diperkenalkan tahun 2008 dengan mesin berkapasitas 125cc serta tampilan yang menarik. Walaupun kontrolnya lumayan bagus, pangsa pasarnya di Indonesia telah dikuasai oleh kompetitor-kompetitor lain yang memiliki ciri khas seperti sasis kopling manual dan nuansa balapan. Akhirnya, kendaraan ini gagal untuk memperebutkan posisinya dalam persaingan pasar.
Kawasaki ZX130: “Ninja Kecil” yang Tidak Dapat Mempesona Konsumen
Kawasaki ZX130 dirilis tahun 2005 dan pernah mendapat julukan “Si Muda Ninja” berkat tampilannya yang garang. Fiturnya yang revolusioner termasuk penempatan tangki bahan bakar di bagian depan, suatu hal yang awalnya ditonton dengan pandangan unik oleh masyarakat. Akan tetapi, sejumlah besar pembeli malah melihatnya sebagai ancaman bagi keselamatan mereka. Ketakutan atas kemungkinan cedera dalam tabrakan merupakan faktor paling dominan dari tantangan untuk mempopulerkannya di pasaran.
Fokus ke Area Aman: Motor Fairing
Berdasarkan riwayat produk-produk yang telah diluncurkan, sepertinya Kawasaki cenderung menumpukan perhatianannya pada segmen pasar yang secara konsisten menghasilkan performa terbaik bagi mereka: motor fairing. Seri Ninja serta model H2 merupakan bukti kuat atas keberhasilan pendekatan tersebut. Sebaliknya, alih-alih berupaya bersaing dalam arena skuter matik atau sepeda gunung yang dominasi oleh kompetitor-kompetitor besar seperti Honda dan Yamaha, Kawasaki lebih memilih untuk meningkatkan citra dirinya sebagai pembuat kendaraan olahraga dengan spesifikasi superior.
Pilihan ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh kenangan buruk dari sektor non-otomotif pada masa lalu. Di samping itu, perbedaan dalam pemasaran turut menjadi faktor penting, dimana Kawasaki berupaya untuk menjaga imejnya sebagai merek yang eksklusif dan berkualitas tinggi.
Gagalnya Kawasaki dalam pasarnya untuk skuter matic, motor bebek, dan motorsport tidak sepenuhnya disebabkan oleh mutu produk yang rendah. Banyak elemen lain turut berperan seperti kampanye pemasaran yang kurang kuat, tampilan yang tak begitu menarik bagi konsumen, serta layanan paska penjualan yang belum setara dengan pesaing mereka. Di sisi lain, pada segmen motor sport faired, Kawasaki sukses mengatur patokan baru, menjadikan merek ini sebagai pemimpin di bidang tersebut.
Konsentrasi pada inti kelihatannya menjadi pilihan utama untuk mempertahankan eksistensi dan nama baik merk tersebut. Walaupun begitu, dinamika pasar yang selalu berkembang tetap memberikan peluang bahwa mungkin suatu hari nanti Kawasaki akan menguji kesempatan lagi dalam segmen lain menggunakan pendekatan yang lebih dewas dan taktik yang lebih fleksibel sesuai keinginan konsumen Indonesia. ***
Leave a Reply